BAB
I
PERANAN NILAI-NILAI PANCASILA
1.
Nilai-Nilai
Pancasila
Pancasila
di dalamnya mengandung nilai-nilai universal (umum) yang dikembangkan dan
berkembang dalam pribadi manusia-manusia sesuai dengan kodratnya, sebagai
makhluk pribadi dan makhluk sosial.
Sebagai
suatu sistem nilai Pancasila bagi bangsa Indonesia memiliki keunikan/kekhasan,
karena nilai-nilai Pancasila mempunyai kedudukan/status yang tetap dan
berangkai. Keunikan ini disebabkan, karena masing-masing sila tidak dapat dipisahkan
dengan sila lainnya. Kekhususan ini merupakan identitas bagi bangsa (negara)
Indonesia.
Bahwa
disadari, nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai universal, pada bangsa
lain tidak dilaksanakan secara utuh dan menyeluruh sebagaimana bangsa Indonesia.
Di sinilah letak perbedaan antara bangsa Indonesia dan bangsa lain. Dengan
demikian perbedaannya bukan terletak pada sikap ramah tamah, gotong-royong dan
lain-lain, tetapi terletak pada pengamalan/penerapan nilai-nilai Pancasila
tersebut. Pancasila merupakan pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia.
Maka itu penerapannya ditumbuhkan dan dikembangkan tanpa paksaan melainkan atas
kesadaran diri, merupakan panggilan hati nurani (ditimbulkan dari dalam).
Pancasila
membangkitkan kesadaran akan dirinya atas pengembangan tanggung jawab pribadi
terhadap kehidupan masyarakat dan sebaliknya, serta menimbulkan kesadaran dan
kemauan untuk senantiasa dapat mengendalikan diri dan kepentingan, agar
tercipta keseimbangan, keselarasan dan keserasian kehidupan masyarakat atas
dasar kesadaran hukum yang berlaku. Hukum, perilaku manusia, dan masyarakat
haruslah ditujukan atau terpusat pada perwujudan nilai-nilai luhur Pancasila,
sehingga baik manusia maupun masyarakat sikap dan perilaku timbul atas dorongan
sebagai kesadaran hokum untuk mewujudkan kehidupan sejahtera dan bahagia dengan
dilandasi oleh nilai-nilai luhur Pancasila dari segala implikasinya.
2.
Memahami
dan Menghayati Nilai-Nilai Pancasila
Pandangan
hidup suatu bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya
dan kesediaan untuk mewujudkan di dalam tindakan, sikap, perilaku hidup dan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagi bangsa Indonesia tidak
dapat tidak kristalisasi nilai-nilai tersebut adalah yang terdapat di dalam Pancasila,
di mana sila pertama Ketuhanan YME merupakan nilai inti dan nilai sumber,
masing-masing saling menjiwai dan meliputi.
Nilai
ketuhanan yang merupakan nilai inti dan nilai sumber sebagai kriteria dapat
memberikan upaya dan usaha manusia dalam:
a. Investasi
nilai.
b. Filter
tindakan manusia.
c. Memberikan
kendali kepada manusia.
d. Sebagai
pengarah (orientasi) pada manusia.
e. Sebagai
pendorong (motivasi) bagi manusia.
Atas
pandangan tentang nilai-nilai dan nilai sumber tersebut, maka akan diharapkan
manusia yang bertakwa, memperlakukan manusia secara manusiawi atau insane,
kekeluargaan, keseimbangan, keselarasan dan keserasian.
Pandangan
hidup suatu bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa
itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dalam hidup dan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara mengandung nilai-nilai:
a. Nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai
keadilan.
b. Nilai
ideal, nilai material, nilai spiritual, nilai pragmatis dan nilai positif.
c. Nilai
etis, nilai estetis, nilai logis, nilai sosial dan nilai religius.
Nilai
yang terkandung tersebut pada kenyataannya dapat berlaku umum (universal), dan
akan bersifat khusus apabila dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara bagi bangsa Indonesia.
Nilai-nilai
universal (umum) berlaku bagi semua manusia dan bangsa (negara) tanpa ada
batas-batas tertentu, sebaliknya nilai-nilai khusus berlaku hanya untuk bangsa
Indonesia (nasional). Nilai-nilai universal (umum) tercantum di dalam Pembukaan
UUD 1945 dan secara khusus dijabarkan dalam Batang Tubuh UUD 1945 dalam
pasal-pasalnya. Bahwa tidak kita pungkiri lagi setiap manusia dan bangsa
(negara) di dunia ini memiliki nilai-nilai yang tercantum dalam Pancasila,
nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan
nilai keadilan. Perbedaannya hanya terletak, bagi bangsa Indonesia nilai-nilai
tersebut berlaku utuh, menyeluruh, senafas, sejiwa dan totalitas, sedangkan bagi
bangsa (negara) lain tidak demikian halnya.
3.
Pengamalan
Pancasila
a.
Perjuangan Kemerdekaan
Perjuangan
pergerakan kemerdekaan Indonesia sama tuanya dengan penjajahan itu sendiri.
Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan titik kulmunasi
dari perjuangan itu sendiri, di mana kita dapat mengambil “nasib” di tangan
sendiri. Kemerdekaan adalah jembatan emas, dan di seberang jembatan tersebut
kita mengisi kemerdekaan dengan jalan pembangunan nasional.
Pembangunan
nasional pada hakikatnya adalah pengamalan Pancasila. Dalam hal ini dengan
sendirinya penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nasional
(pembangunan nasional) mewarnai segala aspek pembangunan dan kehidupan
nasional.
Selama
kurang lebih dua dasa warsa (1945-1965) penerapan nilai-nilai Pancasila tidak
berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Pada
masa itu timbul revolusi fisik, timbul berbagai gejolak daerah, pemberontakan,
masuknya liberalisme yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Akibat
liberalisme, menimbulkan partai-partai yang lebih mengandalkan ideologi partai
daripada kehidupan nasional. Pemerintahan tidak stabil, pemerintahan menjadi
lemah (prematur), sehingga pembangunan tidak berjalan sesuai dengan apa yang
dikehendaki. Masa itu kita kenal dengan masa Orde Lama.
Timbul
puncaknya pada peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang didalangi oleh Partai
Komunis Indonesia. Tragedi nasional ini disebut peristiwa G30S/PKI.
Selanjutnya
memasuki masa Orde Baru, orde pembangunan. Orde Baru melaksanakan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Pembangunan sebagai
pengamalan Pancasila sejak Orde Baru dengan dimulai dari PJP I sebagai
Kebangkitan Nasional Pertama.
PJP
I berakhir dan merupakan awal PJP II (1993-2018) sebagai Kebangkitan Nasional
Kedua, yang ditandai oleh Repelita VI (1990-1995) sebagai proses era lepas
landas.
b. Nilai
Laten
Apabila
kita kaji sebenarnya nilai-nilai Pancasila tidak terbatas, dan apabila belum
terungkap dalam permukaan, dalam kehidupan secara nasional, maka kewajiban kita
semua untuk mengungkapkannya dalam permukaan, sehingga nilai-nilai tersebut
tidak laten sifatnya. Nilai-nilai Pancasila yang belum terungkap jumlahnya
tidak terbatas.
Memang
di dalam penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila disebutkan
sebanyak 36 butir (4, 8, 5, 7, 12). Lebih lanjut petunjuk nyata dan jelas
kelima sila itu tertuang pada naskah P-4 sebagai lampiran Ketetapan MPR Nomor
II/MPR/1978, dengan rumusan 45 butir (7, 10, 7, 10, 11) yang disarikan isi dari
naskah tersebut sebagai berikut:
Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Bangsa
Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME.
2. Manusia
Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan YME, sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan
sikap hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan YME.
4. Membina
kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan
YME.
5. Agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan YME adalah masalah yang menyangkut hubungan
pribadi manusia dengan Tuhan YME yang dipercayai dan diyakininya.
6. Mengembangkan
sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing.
7. Tidak
memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, kepada orang lain.
Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
1. Mengakui
dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan YME.
2. Mengakui
persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
social, warna kulit, dan sebagainya.
3. Mengembangkan
sikap saling mencintai sesame manusia.
4. Mengembangkan
sikap tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan
sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani
membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa
Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan
sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
1. Mampu
menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Sanggup
dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan
rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan
rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
6. Mengembangkan
persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila
Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
1. Sebagai
warga negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak
dan kewajiban yang sama.
2. Tidak
boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah
untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati
dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6. Dengan
itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
7. Di
dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi
atau golongan.
8. Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan
yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan YME,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan
keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10. Memberikan
kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayakan untuk melaksanakan
permusyawaratan.
Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
1. Mengembangkan
perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotong-royongan.
2. Mengembangkan
sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati
hak orang lain.
5. Suka
memberikan pertolongan pada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak
menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang
lain.
7. Tidak
menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup
mewah.
8. Tidak
menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
9. Suka
bekerja sama.
10. Suka
menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan
bersama.
11. Suka
melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan
sosial.
4.
Penerapan
Nilai-nilai Pancasila
Bila
dikaitkan dengan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, sebagai konsekuensi logis dari kesadaran kehendak,
yang berawal dari dalam diri atau pengekangan dari dalam, maka akan menimbulkan:
a. Rasa
Keimanan
Kesadaran kehendak tentang rasa
keimanan kepada Tuhan YME, bahwa ada sesuatu di luar manusia, yang menciptakan manusia
dan segala isi alam semesta dan sekaligus memelhara dan mengataur ciptaan-Nya.
b. Rasa
Kemanusiaan
Kesadaran akan kehendak tentang
kemanusiaan adalah jiwa yang merasakan bahwa manusia itu ingin selalu
berhubungan. Manusia yang satu memerlukan manusia lainnya dan sebaliknya, maka
manusia harus bermasyarakat (hidup bermasyarakat).
c. Rasa
Berbangsa/Kebangsaan
Bangsa Indonesia perlu hidup
sejajar dan sederajat, dan berdampingan secara damai dengan bangsa-bangsa lain.
d. Rasa
Demokrasi
Bahwa pada dasarnya manusia secara
sadar ingin diperhatikan dan ingin berperan dalam kelompok dan lingkungannya.
Perasaan ingin memiliki dan berperan serta ini tercermin dalam rasa demokrasi.
e. Rasa
Keadilan
Rasa keadilan adalah bila dirasakan
bahwa sesuatu yang menjadi milik orang lain diberikan kepada yang memang
memilikinya, sebaliknya sesuatu yang menjadi milik kita pribadi diberikan
kepada dirinya sendiri.
5.
Penerapan
Sila-sila Pancasila
a.
Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Bahwa bangsa
Indonesia percaya kepada Tuhan YME, negara Indonesia berdasarkan pada Tuhan
YME, maka dengan demikian Pancasila memuliakan agama. Segala perbuatan tanpa
kehendak Tuhan YME tidak akan berhasil. Manusia merencanakan, Tuhan yang
menentukan.
b.
Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila ini menunjukkan
pengakuan, yaitu menempatkan manusia pada harkat dan martabat manusia. Harkat
dan martabat ini yang berkaitan erat dengan hak-hak asasi manusia sekaligus
dengan kewajiban-kewajiban asasi manusia.
c.
Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Fungsi dan
peranan Pancasila tampak jelas dalam mempersatukan bangsa yang beraneja ragam
(Bhinneka Tunggal Ika) yang perwujudannya adalah Bhinneka dalam gatra, Tunggal
dalam karsa dan Ika dalam citra. Pernyataan nasionalisme dinyatakan dengan
persatuan Indonesia. Persatuan Indonesia
atas dasar Ketuhanan YME dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
d. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Demokrasi yang
sesuai dengan pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu musyawarah
dan mufakat yang bersumber pada kekeluargaan dan gotong-royong, kebersamaan dan
kemitraan. Bahwa hakikat musyawarah dan mufakat terdapat dalam perbedaan
pendapat. Perbedaan pendapat diakui dan dihargai, tetapi tidak perlu
dipertentangkan. Perbedaan seyogianya dapat diselesaikan dengan musyawarah
untuk mendapat mufakat.
e.
Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial
adalah keadilan yang berlaku dalam hubungan manusia dalam masyarakat. Adil
apabila memberikan hak kepada orang lain yang memiliki hak itu, dan sebaliknya
memberikan hak kepada dirinya sendiri yang memiliki haknya, utuh tanpa cela.
BAB II
PENDIDIKAN PANCASILA
1. Hakikat Pendidikan
Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya masyarakat
dan pemerintah untuk menjamin kelangsungan hidup warganya dan generasi
penerusnya, secara bermakna dan mampu mengantisipasi hari depan mereka yang
senantiasa terkait dengan konteks budaya, bangsa, negara dan hubungan
internasionalnya.
Dari bangsa Indonesia, warga negara kesatuan
Republik Indonesia, diharapkan dalam berilmu pengetahuan menguasai teknologi
dan atau kesenian hendaklah juga beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME,
berbudi pekerja luhur, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap,
mandiri serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan.
2. Dasar Pemikiran
Dasar ketetapan MPR No. II/MPR/1993 dirumuskan:
Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia,
yaitu manusia beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin,
beretos-kerja professional, bertanggung jawab dan produktif, serta sehat
jasmani dan rohani.
Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa
patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat
kebangsaan dan kesetiakawanan sosial, serta kesadaran pada sejarah bangsa dan
sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi masa depan.
3. Kompetensi
Apabila kita artikan kompetensi sebagai pengikat
tindakan intelejen, penuh tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seseorang,
sebagai syarat untuk dapat dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang
okupasi tertentu, maka kompetensi seseorang dengan wawasan Pancasila adalah
seperangkat tindakan intelejen, penuh tanggung jawab seorang warga negara dalam
memecahkan masalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan
pemikiran berlandaskan Pancasila. Dengan kata lain dapat menerapkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan nasional, baik hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
BAB
III
PEMBANGUNAN NASIONAL
1.
Makna
Pembangunan Nasional
Pembangunan
nasional merupakan rangkaian
upaya
pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk
melaksanakan tugas mewujudkan tujuan
nasional sebagaimana
termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan bangsa,
ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan
sosisal.
2.
Hakikat
Pembangunan Nasional
Hakikat
pembangunan
nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu terarah
dan terlanjut untuk meningkatkan kemampuan nasional,
agar sejajar dengan bangsa-bangsa lain.
3.
Asas
Pembangunan Nasional
Asas pembangunan
nasional adalah keimanan
dan ketakwaan kepada Tuhan YME,
demokrasi Pancasila,
adil dan merata, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam kehidupan,
hukum, kemandirian, kejujuran, ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang meliputi : bidang ideologi,
politik, ekonomi, sosisal budaya dan hankam, sehingga melahirkan ketangguhan
bangsa dan negara yang utuh menyeluruh, kukuh dan kuat.
4.
Wawasan
Nusantara
Wawasan dalam
penyelengaraan nasional adalah wawasan antara
mencapai tujuan
pembangunan nasional dan
bersumber pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu
cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan
pengutamaan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara.
5.
Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional untuk tetap
menyakinkan berjalannya pembangunan nasional yang selalu harus menuju ke tujuan
yang ingin dicapai, dan agar dapat secara efektif dan efisien dielakkan dari
hambatan, tantangan, ancaman dan gangguan yang timbul, baik dari luar maupun
dari dalam. Maka pembangunan nasional yang diselenggarakan melalui pendekatan
ketahanan nasional yang mencerminkan keterpaduan antara segala aspek kehidupan
bangsa secara utuh dan menyeluruh. Ketahanan nasional adalah kondisi yang
dinamis yang merupakan integrasi dari kondisi yang dinamis yang merupakan
integrasi dari kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan negara.
Berhasilnya
pembangunan nasional akan
meningkatkan ketahanan
nasional. Selanjutnya ketahanan nasional yang tangguh akan mendorong
pembangunan nasional. Ketahanan nasional meliputi ketahanan ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya dan hankamnas. Ketahanan nasional adalah untuk mengelakkan diri dari
hambatan, tantangan, ancaman dan gangguan dari luar maupun dari dalam negeri.
6.
Aspirasi Manusia
Aspirasi
manusia, biasanya berpangkalan dari pengalaman pahit yang dialaminya pada masa
lampau, dan harapan-harapan yang diinginkan pada masa depan. Begitulah apabila
kita melihat sejarah perjalanan bangsa Indonesia, aneka ragam kepahitan terutama
selama masih dalam zaman penjajahan.
Indonesia
menjadi pelopor melepaskan diri dari penjajahan terutama bagi
negara-negara di Asia dan Afrika dan
kemudian pelopor dari gerakan Non Blok bagi negara
berkembang lainnya.
Dengan keberhasilan atau
berhasilnya bangsa Indonesia melepas diri dari belenggu penjajahan, tidaklah
berarti semua akibat negatif dari peninggalan penjajahan dapat diatasi, di sana sini masih terasa
akibatnya bagi bangsa Indonesia. Dalam hidup bemasyarakat yang adil dan makmur,
aman, tertib dan sejahtera lahir dan batin.
Dari keadaan-keadaan
yang demikian itulah
timbul aspirasi manusia Indonesia
dalam hidup bermasyarakat,
bernegara
dan berbangsa yagn secara prinsip dituangkan di dalam Pembukaan Undang-Undang 1945 pada alenia
keempat dan dijabarkan secara operasional dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 di dalam batang tubuhnya.
Kemerdekaan adalah
“jembatan emas”. Oleh sebab itu kemerdekaan perlu diisi dengan pembangunan
sejak tahun 1968, Indonesia kita telah melaksanakan dalam Pelita demi Pelita.
Dewasa ini kita telah memasuki Pelita VI Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua
(PJP II).
Apabila kita
perhatikan secara seksama, mulai dari Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alenia
keempat, Garis-garis
Besar Haluan Negara, Pola Dasar Pembangunan dan Repelita sampai dengan Pelita
VI, pemerintah Orde Baru
senantiasa konsisten dalam mengambil berbagai langkah kebijaksanaan dalam mengemban
aspirasi manusia Indonesia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penerapan nilai-nilai
Pancasila, besar artinya bagi pengelola pembangunan di Indonesia ini, namun
tetap diharapkan bagi segenap lapisan masyarakat dan pemerintah sebagai
pelaksana pembangunan tersebut, peranannya,
yang lebih dan lebih meningkat baik kualitas maupaun kuantitasnya.
Pembangunan
tidak akan berhasil apabila kita berpangku tangan saja atau berdiam diri,
apatis, pasrah, tanpa melakukan sesuatu. Kita adalah subjek dan objek sekaligus
sebagai penikmat dari hasil-hasil pembangunan itu.
Dengan
demikian kepada kita semua diharapkan
dapat menempatkan diri terjun langsung
memanfaatkan keahlian, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki agar peranan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nasional, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dengan segala sesuatu implikasinya benar-benar menjadi kenyataan.
Menumbuhkan
budaya menghormati orang yang lebih tua, budaya
belajar, budaya ingin maju, budaya ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
pengembangan pranata budaya bangsa sesuai dengan penerapan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan nasional.
7.
Sumber Daya Manusia
Sumber daya
manusia yang merupakan pelaku subyek dan objek pembangunan nasional yang bertanggung
jawab memperhatikan dan mengupayakan keserasian, keseimbangan dan keselarasan dalam upaya mewujudkan kondisi
manusia Indonesia dan masyarakat Indonesia yang semakin maju dan berkembang,
tentram dan sejahtera semakin dituntut kualitasnya. Keseimbangan, keserasian,
keseimbangan dan keserasian yang mengandung pengertian bahwa masyarakat
Indonesia tidak saja sebagai pelaku subjek dan objek pembangunan nasional
sekaligus sebagai penikmat dengan hasil-hasilnya.
Dengan demikian PJP II
peranan manusia Indonesia harus lebih mendapatkan perhatian kita semua dalam
perwujudannya
secara lebih seimbang profesional
sesuai dengan fungsi dan peranannya masing-masing. Apabila postur dan profil
manusia Indonesia dibentuk untuk memenuhi persyaratan tersebut di atas, maka
ciri-ciri yang harus dimilikinya (Alambai, 1995), adalah sebagai berikut :
1) Insan
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME.
2) Memiliki
jiwa kejuangan, pengabdian dan motivasi yang tinggi.
3) Memiliki
tingkat kecerdasan, keterampilan, profesionalisme yang tinggi.
4) Memiliki
daya guna yang tinggi.
5) Memilki
tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi.
6) Memiliki
disiplin dan tanggung jawab yang tinggi.
7) Memilki
kesehatan jasmani yang tinggi.
8) Memilki
rasa solidaritas dan tanggung jawab
sosial yang tinggi, dan
9) Mampu
menempatkan dirinya secara serasi
dengan lingkungannya.
8.
Kemandirian
Peranan
nilai-nilai Pancasila dalam
segala aspek kehidupan bangsa dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Aspek
ideologi. Nilai-nilai Pancasila berperan menangkal pengaruh-pengaruh negatif,
baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri.
b. Aspek
politik. Nilai-nilai Pancasila berperan mendukung usaha-usaha pembangunan
secara konstruktif.
c.
Aspek ekonomi, Nilai-nilai Pancasila
berperan mendukung pembangunan nasional terutama atas kekuatan sendiri (mandiri).
d. Aspek
sosial budaya. Nilai-nilai Pancasila berperan sebagai nilai-nilai yang
mendukung pembangunan nasional atas kekuatan sendiri.
e. Aspek
hankam. Nilai-nilai Pancarsila berperan
mengamankan setiap usaha pembangunan maupun hasil-hasil yang telah
dicapai dalam pembangunan itu sendiri.
Dengan demikian,
peranan nilai-nilai Pancasila terhadap manusia dan masyarakat Indonesia yang
bersikap mental dan mampu:
a. Memahami,
menganalisis, menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya
secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita tujuan nasional yang
diwujudkan dalam pembangunan nasional.
b. Mampu
menjadi manusia indonesia terlebih dahulu dilandasi keimanan dan ketakwaan, sebelum
memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, dan manusia Indonesia
yang menguasai ilmu pengetahuan dan manusia Indonesia yang menguasai teknologi
tidak akan kehilangan jati dirinya (nilai Pancasila) apalagi tercabut dari akar
budaya.
9.
Kinerja
Tuntunan
ini sejalan dengan undang-undang nopmot 2 tahun 1989 tentang sistem
pendidikan Nasional dan peraturan
Pemerintah Nomor 30 tahun 1990 tentang pendidikan tinggi.
Barangkali
yang lebih banyak dengan kalitan ketentuan tersebut tersebut, di sini adalah peningkatan mutu. Proses mengajar tergantung
pula pada raw input, material input, fasilitas berupa sarana prasarana dan
wahana.
Kualitas
dan peningkatan kualitas itu yang kita perlukan bukan memasalahkan kuantitas.
Berbicara mengenai peningkatan kualitas dari sumber daya manusia itu,. Adalah
kualifikasi dan nilai tambah, dengan perkataan lain kinerja atau
perfoormance-nya, agar penuh penampilan dan bertanggung jawab.
BAB IV
WACANA
KATA
Penerapan
nilai-nilai Pancasila pada kehidupan
nasional adalah:
1. Penerapan
Pancasila dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Penerapan
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara dalam usaha untuk
mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia dengan nilai-nilai Pancasila.
3. Penerapan
Pancasila sebagai ideologi negara, dalam usaha untuk memahami dan menghayati
nilai-nilai Pancasila, sehingga disadari bahwa Pancasila adalah ideologi yang
paling tepat pada bangsa Indonesia.
4. Disadari bahwa masih banyak nilai-nilai Pancasila
yang belum terungkap dipermukaan, masih bersifat laten, sehingga memerlukan
pengkajian yang lebih mendasar.
5. Pada
dasarnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nasional adalah bermuara pada
peradaban Pancasila yang disebut ”Sosio-reformasi moral”.
BAB V
KERANGKA PIKIR PANCASILA
1. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Pandangan hidup bangsa memiliki dasar yang bersifat tetap akan tetapi
mampu berkembang secara dinamis, yang dimaksud dengan ideologi terbuka. Nilai
yang terkandung dalam ideologi terbuka terdiri dari dua jenis, yaitu
nilai-nilai dasar yakni tentang cita-cita, tujuan serta lembaga-lembaga
penyelenggaraan negara utama, termasuk tata hubungan antar lembaga serta tugas
dan wewenang yang bersifat tetap sepanjang zaman, dan nilai-nilai instrumental
yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga
pelaksanaannya, yang dapat disesuikan dengan perubahan zaman. Pengertian
ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan
zaman dan adanya dinamika secara internal.
a. Negara Kesatuan Republik Indonesia
Dalam kaitannya dengan ideologi terbuka,
nilai-nilai dasar instrumental dan praksis dapat dikelompokkan dalam :
1) Dasar Negara
a.
Nilai dasar,
Pancasila
b.
Nilai instrumental,
Undang-Undang Dasar 1945
c.
Nilai praksis,
Garis-garis Besar Haluan Negara.
2)
Undang-Undang
Dasar Negara
a. Nilai dasar, Pola Dasar Pembangunan Undanguundang Dasar 1945
b. Nilai instrumental, Batang Tubuh Undang-undang Dasar 1945
c. Nilai praksis, pasal demi pasal.
3)
Pembangunan
Nasional (GBHN)
a.
Nilai
dasar, pola dasar pembangunan nasional, tentang dasar-dasar, tujuan dan
nilai-nilai dasar
b.
Nilai
instrumental, pola umum Pembangunan Jangka Panjang, tentang arah, strategi dan
sasaran
c.
Nilai praksis,
pembangunan lima tahun, tentang bidang, sektor dan anggaran
d.
Nilai-nilai
dasar, instrumental dan praksis.
b. Nilai-Nilai Dasar, Instrumental dan Praksis
1)
Nilai
Dasar adalah tentang cita-cita, ide-ide, konsep-konsep, gagasan-gagasan
dan tujuan.
2)
Nilai
Instrumental tentang arahan, kebijakan, strategi, sasaran dan program lembaga
pelaksanaan disesuaikan.
3)
Nilai
Praksis, tentang operasional, realisasi, konkrit, nyata, wujud. Dilaksanakan
dalam program bidang, sektor dan proyek serta anggaran.
c. Kerangka Pikir
1. Pancasila
Filsafat
Pancasila adalah usaha manusia melalui akal dan pengalamannya secara kritis,
mendasar, integral dan radikal untuk menacari dan menemukan hakikat kebenaran
atau kenyataan, baik mengenai segala sesuatu yang dihadapinya dengan menempuh
proses deskripsi, komunikasi-komunikasi, sintesis dan evaluasi.
2. Perilaku Manusia
Sebagai pandangan hidup bangsa kita, kita
berbicara tentang nilai moral, sikap perilaku dalam kehidupan pribadi,
kehidupan bermasyarakat dan kehidupan berbangsa. Dikaitkan dengan Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai perwujudan dan cita-cita moral.
3. Kesadaran Hidup Berbangsa
Dalam
rangka persatuan dan kesatuan mengingat bangsa Indonesia adalah majemuk yang
bersifat bhineka tunggal ika, maka diperlukan kesadaran dan kemampuan hidup
berbangsa.
4. Kesadaran Mencapai Kesejahteraan
Tentu saja dalam cita-cita bangsa dan negara
yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tujuan nasional yang
hendak dicapai adalah kesejahteraan sosial termasuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, keamanan dan persahabatan dalam kemampuan mencapai kesejahteraan tersebut,
melalui pembangunan nasional dalam Garis-garis Besar Haluan Negara.
5.
Integritas
Kedudukan Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa. Dalam menciptakan alam dan segala isinya Tuhana tidak sekedar menciptakan
begitu saja, akan tetapi terus memeliharanya ke arah yang dikehendaki-Nya.
6. Sistem Nilai
Sistem dapat diartikan sebagai kebulatan dari
sejumlah unsur yang saling berhubungan menurut suatu tata tertib pengaturan,
guna mencapai maksud atau menunaikan suatu perenan tertentu.
7.
Operasional
Pancasila
Operasional Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa, dasar negara dan ideologi nasional memberikan konsep dasar atau nilai dasar dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Operasional Pancasila
ditunjukan kepada manusia Pancasila sebagai pribadi, warga negara, aparatur dan
sebagai tenaga pembangunan.
BAB VI
BIDANG
TATAR P 4
(Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila)
1. Pengantar
Umum
Manusia dan pandangan hidupnya :
1. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Nilai-nilai luhur sebagai pandangan hidup dan
sebagai kerangka acuan manusia.
3. Terbentuknya berbagai lembaga.
4. Fungsi lembaga sebagai instrumen, wahana,
sarana.
5. Sebagai proses pandangan hidup bangsa.
2.
Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
1.
Bangsa
adalah rakyat yang mempunyai tekat untuk membangun masa depan dengan mendirikan
negara yang akan mengurus terwujudnya aspirasi dan kepentingan bersama secara
adil.
2.
Hubungan
antara pandangan hidup masyarakat,
bangsa, dan negara :
a. Terdapat hubungan timbal balik yang dinamis.
b. Dalam proses perumusannya, pandangan hidup
masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi pandngan hidup bangsa dan
negara.
c. Pancasila sebagai Ideologi terbuka, yaitu
mampu berkembang secara dinamis.
d. Negara Pancasila sebagai Negara kebangsaan yang
Berketuhanan Yang Maha Esa.
3.
Latar Belakang Perlunya P-4
1. Pengamalan Sejarah Masa Lampau
Berbagai ideologi golongan sebelum orde baru menimbulkan perpecahan
karena tidak sesuai dengan ideologi pancasila dan perlu dihindari. Kita harus
menghindari diri dari pengaruh lebiralisme, sosialisme, komunisme, akstremisme,
dan sekularisme serta materalisme.
Oleh sebab itulah Pancasila bagi bangsa Indonesia tetap dilestarikan
dan dapat mempersatukan bangsa Indonesia, lebih-lebih menghadapi masa depan
yang tidak menentu, tidak dapat diramalkan.
2. Tantangan Masa Depan
Dalam menghadapi masa depan, ada beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian, yaitu :
a. Generasi baru bangsa sebagai generasi penerus
bangsadi masa depan.
b. Modernisasi, khusus pengaruh dari luar.
c. Semangat persatuan dan kesatuan dipulihkan dan
dipikul agar tidak menjadi longgar.
d. Mewaspadai bahaya disintegrasi atau
perpecahan.
e. Pemerataan pembangunan lebih ditingkatkan agar
tidak adanya kesenjanga sosial.
f. Perlu adanya pendidkan politik bagi masyarakat
agar mempunyai kesadaran politik yang tinggi.
g. Adanya keterkaitan dan kesepadaan dalam
mewujudkan sumber daya manusia terutama dikalangan generasi muda.
h. Melaksanakan Pancasila dan Undang Undang Dasar
1945 secara murni dan konsekuen, baik
secara tersurat maupun tersirat.
4. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
1. Kunci Pokok Memahami Sikap, Perbuatan dan
Tingkah Laku
a. Sebagai tuntutan sikap, perbuatan dan tingkah
laku.
b. Secara umum dapat dilakukan oleh manusia.
c. Menyadari bahwa manusia sebagai makhlluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
d. Dalam melakukan hubungan kepentingan pribadi
dianggab sebagai kewajiban terhadap masyarakat.
2. Eka Prasetia Pancakarsa
Pengamalan Pancasila perlu memperhatikan tuntunan dan pedoman P-4 ini,
agar pelaksanaannya benar-benat berhasil dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
5. Pola Pelaksanaan P-4
1. Pancasila sebagai Moral Pembangunan
a.
Unsur
manusia sangat penting.
b.
Ia
sebagai subjek dan objek sekaligus penikmat hasil pembangunan.
c.
Perlu
adanya atolak ukur dan tujuan.
d.
Pembangunan
dan pembangunan lahir dan batin, fisik dan non-fisik.
e.
Dalam
pembangnan menjunjung martabat manusia.
2. Kemampuan dalam Pelaksanaan P-4
a.
Kemampuan
seseorang untuk memimpin.
b.
1. Mengenal
dengan baik situasi dan kondisi yang dipimpin.
2. Melihat jauh ke depan
3. Berfikir secara rasional
c.
Memiliki
sifat dan jiwa kepemimpinan.
d. Didasarkan pada pola kelembagaan
3. Pola Pelaksanaan P-4
a. Jalur dipergunakan adala jalur pendidikan,
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
b. Jalur media masa, baik tradisional maupun
modern.
c. Jalur organisasi sosial dan politik.
d. Penciptaan suasana yang menunjang
peraturan-peraturan dan kebijakan pemerintah.
e. Pimpinan masyarakat adalah seluruh strata
dalam masyarakat.
BAB
VII
MASALAH HAK ASASI MANUSIA BAGI BANGSA
INDONESIA
1.
Hak
Asasi Manusia (Umum)
Hak
asasi manusia adalah hak dasar atau pokok manusia yang dibawa sejak lahir
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, bukan pemberian penguasa. Hak ini
sifatnya sangat mendasar atau fundamental bagi hidup dan kehidupan manusia dan
merupakan hak kodrati, yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan
manusia.
Dalam
pengkajian tentang hak-hak asasi manusia, sejarah hak asasi manusia dimulai di
Inggris dengan lahirnya Magna Charta
(1215), yaitu perlindungan tentang kaum bangsawan dan gereja. Perkembangan hak
asasi manusia di Eropa dan Amerika Serikat tidak dapat terlepas dari
perkembangan pemikiran, terutama pada abad ke-17 dan 18, antara lain pemilihan
John Locke, Lafayette, Montesquieu, Jean jaeques Rosseu, dan Thomas Jefferson
di Amerika Serikat.
Setelah
Perang Dunia II peristiwa yang penting dalam perkembangan hak-hak asasi
manusia, adalah paham demokrasi (dari, oleh, untuk) rakyat dan peristiwa
penting diakuinya hak-hak asasi manusia secara umum (universal), yaitu lahirnya
“Universal Declaration of Human Right”sebagai
pernyataan umum tentang hak-hak asasi manusia, pada tanggal 10 Desember 1948
dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di Paris, yang memuat 30
pasal tentang hak asasi manusia.
2.
Hak
Asasi Manusia di Indonesia dan Hak Asasi Warga Negara
Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara kesatuan republik Indonesia, di
dalamnya terkandung nilai-nilai luhur yang fundamental bagi hidup dan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai perwujudan dan Pancasila (sumber dari segala sumber hukum)
sebagai dasar negara, memuat ajaran tentang hak-hak asasi manusia.
Kalau
kita menyimak pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:
a. Alinea
pertama: mengandung pengakuan adanya hak asasi di samping kewajiban asasi. Hak
asasi manusia baik perseorangan maupun sebagai bangsa berdasarkan martabat
kemanusiaan dan keadilan.
b. Alinea
kedua: mengandung adanya pengakuan dari bangsa Indonesia untuk mewujudkan
negara yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Perwujudan dan
keinginan ini terkandung di dalamnya hak-hak asasi baik dalam bidang politik,
ekonomi, dan bidang politik.
c. Alinea
ketiga: mengandung adanya pengakuan terkandung di dalamnya hak-hak asas beragama
dan hak-hak asasi di bidang sosial dan bidang politik.
d. Alinea
keempat: lenih menjelaskan dan menekankan pengakuan hak-hak asasi pada alinea
pertama, kedua dan ketiga (keterpaduan) karena alinea keempat menyimpulkan
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, hak-hak dan kewajiban warga negara,
yaitu bersama-sama berkewajiban mewujudkan tujuan nasional dalam segala
bidang baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial budaya dan hankam.
Hak
dan kewajiban warga negara diatur secara khusus dalam pasal-pasal dan batang
tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Adapun pasal-pasal yang mengatur hak-hak dan
kewajiban-kewajiban asasi warga negara adalah:
1. Pasal
27 ayat 1 dan 2
2. Pasal
28
3. Pasal
29 ayat 2
4. Pasal
30 ayat 1
5. Pasal
31 ayat 1
6. Pasal
33 ayat 1,2 dan 3
7. Pasal
34
3. Kebebasan Beragama Hak Asasi paling
Mendasar
Paham
kekeluargaan tidak membolehkan diskriminasi dalam bentuk apa pun dan tas dasar
apapun. Kita tidak mempertentangkan antara mayoritas dan minoritas. Yang kita
dambakan adalah adalah kerukunan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan.
Memang dalam suatu masyarakat akan dapat terjadi benturan dalam kehidupan yang
berkembang dan dinamis, namun kita tidak dapat membiarkan konflik itu timbul
dan berkembang tanpa kendali. Kita usahakan penyelesaiannya dengan
memperhatikan aspirasi dan kepentingan semua pihak. Penyelesaian yang adil dan
dapat diterima oleh pihak, tanpa ada yang merasa menang atau merasa kalah, dan
tidak ada yang merasa dimenangkan atau merasa dikalahkan.
BAB VIII
HAK-HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA
1. Indonesia Menjunjung tinggi Hak
Asasi Manusia
Hak asasi
manusia bagi bangsa Indonesia selalu didasarkan kepada keserasian, keselarasan
dan keseimbangan yang dilandaskan pada persatuan dan kesatuan bangsa dalam
rangka stabilitas nasional dan ketahanan nasional.
Sejak proklamasi
kita telah menjunjung hak asasi manusia bahkan telah mendahului piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang masalah ini. Tentu saja hak asasi manusia
dalam pemahaman bahasa Indonesia, bukan dalam pandangan barat.
Kita menjunjung
tinggi hak asasi manusia dengan tolak ukur kita sendiri Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, dan Negara-negara lain pun memiliki tolak ukur sesuai
dengan kondisinya pula (relativisme cultural).
2.
Pandangan
Indonesia tentang Hak Asasi Manusia
Pengertian dan
persepsi hak asasi manusia harus memiliki keseimbangan. Artinya tidak hanya
pengertian hak asasi manusia secara individu dan masyarakat dalam kehidupan
sosial, melainkan harus pula melibatkan sector kehidupan politik, sosial dan
ekonomi, demikian menurut Wirjono Sastrohandoyo (kompas 23 Januari 1993).
Untuk mencapai
keseimbangan pengertian itu, Indonesia bekerja sama dengan komisi Hak Asasi
Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyelenggarakan lokakarya tentang hak asasi
manusia tanggal 26-28 januari 1993 di Jakarta untuk kawasan Asia Pasifik.
3.
Pelaksanaan
Hak Asasi Manusia
Pelaksanaan
hak-hak asasi manusia tidak dapat dituntut pelaksanaannya secara mutlak karena
penuntutan secara mutlak berarti melanggar hak asasi yang sama dari orang lain.
4.
Hak
Asasi Manusia dan Hak Asasi Warga Negara
Dalam pandangan
barat, sejarah hak asasi manusia di mulsi di Inggris dan sejak revolusi Prancis
sebagai akibat revolusi Amerika. Kebebasan dalam revolusi Amerika dikenal
dengan kebebasan dalam bebas berbicara, bebas berkeinginan, bebas memeluk agama
dan bebas dari rasa takut, dan di Prancis dikenal dengan semboyan kemerdekaan,
persamaan dan persaudaraan.
Pada zaman
modern sejarah hak asasi manusia tercantum dalam piagam: The Declaration of The Rights Man (1929), The Internasional Bill or Human Rights (1946) oleh Ecosoc Council
(Perserikatan Bangsa-Bangsa). The
Universal Rights Man mencapai titik puncaknya dalam Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa "The Universal
Declaration of Human Rights, 10 Desember 1948". Di Indonesia sebenarnya pernyataan asasi manusia ini telah
mendahului piagam umum pernyataan Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut di atas.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada taanggal 17 Agustus 1945 dalam
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia mencantumkan dengan tegas tentang hak
asasi manusia ini, baik dalam Pembukaan
maupun Batang Tubuh Undang-Undang
Dasar 1945 tersebut.
5.
Pelaksanaan
Hak Asasi Manusia dalam Pancasila
Pelaksanaan hak
asasi manusia dalam pancasila sebagaimana tersebut di atas yaitu dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
1. Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea pertama: bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu
adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
2. Pasal
27 ayat 1: segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya; dan pada ayat 2: tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3. Pasal
28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapakan dengan undang-undang.
4. Pasal
29 ayat 2 : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu.
5. Pasal
30 ayat 1: tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan Negara.
6. Pasal
31 ayat 1: tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pekerjaan.
7. Pasal
33 ayat 1: perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan;
dan pasal 33 ayat 2: cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara; serta pasal 33 ayat 3:
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran.
Hak asasi dapat
dikelompokkan antara lain:
1. Hak
asasi pribadi (Personel Rights)
2. Hak
asasi ekonomi (Property Rights)
3. Hak
asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (Rights of Legal Equality)
4. Hak
asasi politik (Political Rights)
5. Hak
asasi sosial budaya (Social and Culture
Rights)
6. Hak
asasi untuk mendapatkan tata cara peradilan dan perlindungan (Procedural Rights).
Hak asasi
manusia tidak dapat dihapuskan karena hak asasi manusia itu karunia Tuhan Yang
Maha Esa bukan anugerah penguasa. Hanya saja pemerintah/Negara berkewajiban
mengatur, maka dengan demikian:
1. Kebebasan
menyatakan pendapat, adalah pendapat yang bertanggung jawab.
2. Hak
untuk memiliki sesuatu, membeli dan menjualnya serta memanfaatkannya.
3. Hak
untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
4. Hak
untuk ikut serta dalam pemerintahan berarti harus memenuhi persyaratan dan
kemampuan untuk ini. Ia sadar sebagai aparatur pemerintah, abdi Negara dan abdi
masyarakat.
5. Hak
untuk memilih pendidikan berarti juga ada kewajiban untuk melaksanakan
pendidikan.
6. Hak
asasi manusia mendapat perlakuan yang sama dalam tata cara peradilan dan
perlindungan.
6.
Beberapa
Pandangan tentang Hak Asasi Manusia
Indonesia
sebagai anggota remi Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah saatnya memperhatikan
perjanjian-perjanjian internasional mengenai hak asasi manusia terutama hak-hak
dasar bidang ekonomi, sosial dan budaya. Bahkan sudah saatnya perjanjian
internasional yang menyangkut hak-hak sipil dan politik, lebih diberi jaminan
dalam peraturan perundangan nasional (A. Gunawan Setiarja : Kompas tanggal 26 januari 1993).
Berikut ini
pendapat Satjipto Rahardjo (Undip) dengan sisi pandang yang lain menyatakan
untuk menuju dunia yang lebih damai dan bahagia, maka dalam permasalahan dan
pelaksanaan hak-hak asasi manusia sebaiknya bangsa-bangsa di dunia bekerja
sama, saling belajar dan tolong menolong.
Selanjutnya
Adnan Buyung Nasution berpendapat bahwa yang menganggap Indonesia dan
Negara-negara dunia ketiga (sedang beerkembang) memiliki persepsi lain atau
yang berbeda tentang hak asasi manusia adalah keliru.
7.
Perbedaan
Regional dan Nasional
Seluruh bangsa
dan Negara di dunia sekarang ini menjunjung tinggi cita-cita luhur tentang
hak-hak asasi manusia. Akan tetapi jelas akan terdapat perbedaan regional dan
nasional dalam pemahaman, perkembangan dan pelaksanaan hak-hak asasi manusia
itu. Hak ini wajar dan tidak dapat dihindari. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi
Manusia tahun 1948 semua pihak menyambut baik yaitu dengan adanya berbagai
deklarasi regional dan nasional yang menampilkan wawasan karya sendiri.
Deklarasi
regional dan nasional itu memberikan akar nasional yang kukuh terhadap
asas-asas yang bersifat universal itu; bahkan dalam wawasan yang sama terdapat
perbedaan antara Negara atau dengan Negara yang lain.
8.
Kerjasama
Internasional
Meskipun
prinsip-prinsip hak asasi manusia bersifat universal, dan standar-standarnya
telah dirundingkan dan diterima pada level internasional, tetapi
pertanggungjawaban dari implementasi dari norma-norma hak asasi manusia
terutama diserahkan pada negara.
Meskipun harus diakui bahwa prosedur dan mekanisme pelaksanaannya akan
berbeda-beda.
Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah pernyataan hak asasi manusia internasional
yang pertama. Sangat menarik untuk dicatatbahwa hak asasi manusia di dalam
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa terletak di bawah Bab "Kerjasama Internasional", itu berarti peningkatan dan
perlindungan hak-hak asasi manusia harus dilakukan dengan semangat kerjasama
dan saling menghormati serta dengan cara yang tidak konfrontatif (harian Kompas tanggal 29 Januari 1993).
BAB
IX
MASALAH HAK ASASI MANUSIA BAGI BANGSA
INDONESIA
1.
Hak
Asasi Manusia
Pada
awalnya hak asasi manusia hanya menekankan hak individu kemudian dalam
perkembangannya harus juga diperhatikan hak-hak kolektif yang menyangkut
keluarga, masyarakat dan berupa hak-hak kolektif, ini merupakan hak untuk
menentukan nasib sendiri, hak atas perdamaian dan hak atas pembangunan,
sebagaimana terealisasi dalam pernyataan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun
1984 dan 1986.
Masyarakat
Barat sangat mengagungkan individualisme berhadapan dengan masyarakat Timur
yang lebih menjunjung tinggi kolektivisme (kebersamaan). Perbedaan inilah yang
menimbulkan persoalan atau masalah bagi hubungan antar bangsa atau negara. Hak
asasi manusia itu pun perlu dilihat dalam konteks kebudayaan masing-masing baik
menyangkut kelompok, etnis, rasa, agama, dan lain-lain.
2.
Masalah
Hak Asasi Manusia di Indonesia
Undang-Undang
Dasar negara kita dengan tegas mencantumkan tentang hak-hak asasi manusia dan
hak-hak asasi warga negara, sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya. Indonesia
adalah negara yang pertama memerdekakan dirinya melakukan perjuangan, kemudian
disusul oleh negara-negara lain dari Asia dan Afrika, antara lain Aljazair dan
Vietnam. Kemerdekaan adalah hak bangsa, karena sesuai dengan rasa keadilan dan
rasa perikemanusiaan. Hak asasi manusia dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban
warga negara, kita cantumkan bersama-sama dengan kemerdekaan (Proklamasi 17
Agustus 1945) dan sehari kemudian secara resmi pada Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Masalah-masalah
hak asasi pada waktu penyusunan Undang-Undang negara Indonesia pada dasarnya
ada pertentangan dan pendapat dan prinsip pada waktu itu antara Bung Karno dan
Bung Hatta. Bung Karno berpendapat bahwa pemikiran tentang hak asasi manusia
merupakan sumber individualisme dan liberalisme, karena sangat menekankan
kepada kebebasan manusia sebagai individu. Sebaliknya Bung Hatta menganggap
walaupun yang hendak kita bentuk adalah negara kekeluargaan, tetapi perlu juga
ditetapkan beberapa hak warga negara supaya tidak sampai menimbulkan negara
kekuasaan. Kita juga harus menjaga pandangan dari negara lain bahwa negara kita
bersifat “cadaver” atau kekuasaan semata-mata. Kalau kita memperhatikan
Undang-Undang Dasar 1945, maka setidak-tidaknya yang membicarakan masalah hak
asasi manusia diantaranya yang mencakup hak-hak di bidang politik, ekonomi,
sosial dan budaya, dan pertahanan keamanan (bela negara) adalah jaminan
Undang-Undang Dasar 1945 berkisar atas persamaan kedudukan di depan hukum dan
pemerintahan, dan atas pekerjaan yang layak. Hak atas kebebasan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat, hak kebebasan beragama, hak mendapatkan
perlindungan dan ancaman, hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran, hak
untuk melakukan usaha bersama, hak untuk mendapatkan jaminan bagi fakir miskin
dan anak-anak terlantar. Hak yang paling hakiki dalam Undang-Undang Dasar 1945
ini adalah hak kebebasan beragama. Hak ini adalah hak individu yang langsung
berhubungan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tanpa perantara ataupun direkayasa
oleh penguasa.
Sebagai
negara yang berdasarkan Pancasila dimana sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagai sila inti atau sila kriteria mengakui keberadaan Tuhan Yang Maha
Pencipta terwujud dengan berbagai agama yang diakui keberadaannya, maka hak ini
tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Agama-agama yang diakui dan mendapat
perlindungan di Indonesia adalah agama Islam, Katholik, Protestan, Budha dan
Hindu Bali.
Pelaksanaan
agama dalam negara Pancasila dilindungi agar sesuai dengan agama dan
keyakinannya, dan menciptakan suasana kerukunan beragama dan toleransi
keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kehidupan
keagamaan dijamin.
Masyarakat
mendambakan Komnas Ham dapat berperan sesuai dengan tujuan dan misi sucinya,
dan tidak terasa dipaksakan atau seolah-olah direkayasa. Patut dicatat bahwa
beberapa hak seperti hak atas pangan, pendidikan, pelayanan kesehatan walaupun
belum memuaskan sudah terealisasi melalui berbagai program-program pemerintah,
seperti program wajib belajar sembilan tahun, adanya pusat-pusat kesehatan
(puskesmas posyandu) telah tersebar ke pelosok-pelosok desa, masalah upah buruh
minimal yang ditetapkan oleh pemerintah.
Masalah-masalah
yang dihadapi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
mewujudkan stabilitas politik yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan ekonomi
kadang-kadang mengenyampingkan perhatian terhadap pemenuhan hak-hak kebebasan
politik, kebebasan berkumpul dan berserikat, serta mengeluarkan pendapat.
Walaupun secara yuridis formal hak-hak tersebut sesungguhnya telah dijamin pada
tingkat implementasi, hak-hak ini senyatanya belum dapat dioperasionalkan dan
atau disosialisasikan.Bentuk ketidakadilan struktural lain adalah “penindasan politik”.
Penindasan ini di dorong oleh adanya kepentingan-kepentingan dominasi dari
penguasa dan penindasan ini akan semakin terasa bila reaksi-reaksi sosial
politik dipandang akan menembus tembok-tembok kekuasaan. Isu yang berkembang
dan marak misalnya masalah Kopri, SARA, LSM, demokrasi, perizinan pertemuan,
jujur dan adil, kampanye, cegah dan tangkal, pelecehan, penghujatan agama,
penghinaan dijadikan sebagai alat untuk melegalkan tindakan.
3.
Struktur
Kekuasaan: Martabat Manusia dan Kesamaan
Situasi
ekonomi, politik, dan sosial budaya di dalam negara seyogyanya tidak dijadikan
alasan untuk menindak martabat dan kesamaan manusia tersebut melalui berbagai
cara untuk pembenaran.
Masalah
hak-hak asasi manusia, tampaknya kita dapat melepaskan diri dari pandangan
negara-negara Barat mengenai demokrasi (individualisme dan liberalisme). Salah
satu contoh adalah kasus IGGI yang terpaksa kita tolak kelanjutan bantuannya.
Walaupun secara yuridis formal indonesia mencantumkan rumusan hak-hak asasi
manusia dalam UUD 1945 namun pelaksanaannya belum merata.
4.
Manusia
dan Masyarakat
Manusia
berperan sebagai individu dan warga negara. Dikaitkan dengan individu maka
manusia lebih mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya dikaitkan dengan
warga negara lebih mengutamakan kepentingan bersama.
Dalam
kehidupan bermasyarakat maka adanya pengekangan dari luar dan pengekangan dari
dalam diri. Pengekangan dari luar berupa ketentuan-ketentuan (norma-norma)
masyarakat dan sebalikya pengekangan dari dalam diri berasal dari adat atau
kebiasaan berupa moral atau etik (nilai-nilai).
Apabila
pelaksanaan hak-hak asasi dinilai sebagai belum memuaskan masih banyak terjadi
pelanggaran hak itu, jelas karena adanya benturan-benturan, sehingga
penerapannya belum dapat diharapkan sebagaimana mestinya. Masih banyak yang
harus dilakukan untuk mengkonkretkan gagasan atau cita-cita penghormatan akan
harkat dan martabat manusia, khususnya agar tetap tegaknya pelaksanaan hak-hak
asasi sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Sebaliknya
di kalangan “tertentu” ada kecenerungan bahwa abdi masyarakat dibalikkan menjadi abdi penguasa. Memudarnya kebudayaan dikalangan masyarakat,
kebebasan berserikat dan berkumpul tersendat-sendat. Dengan demikian perlu
penyesuaian diri secara serasi, selaras dan seimbang dengan memperhatikan
peraturan dan ketentuan, moral dan etik dalam sikap dan perilaku.
5.
Komisi
Nasional Hak-Hak Asasi Manusia
Diatas
telah diungkapkan bahwa pemerintah tidak akan berdiam diri saja dalam masalah
hak-hak asasi manusia ini. Segala langkah dan upaya mengadakan
perbaikan-perbaikan mengenai hal itu telah diambil walaupun dalam batas-batas
tertentu, misalnya dengan adanya Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia (Komnas
Ham).
Memang
komisi ini bukan alat pemerintah akan tetapi sebagai komisi menghimpun data dan
peristiwa seperti Peristiwa 27 Juli 1996 yang lalu di Jakarta. Penyelesaian
terakhir pada dasarnya pemerintahan sendiri. Pemerintah dapat meminta
bukti-bukti temuan Komnas Ham akan tetapi tidak ikut campur tangan. Pemerintah
tidak ikut campur terhadap Komnas Ham, Lembaga ini adalah lembaga yang mandiri,
bukan lembaga pemerintah.
Komisi
Nasional Hak-Hak Asasi Manusia dapat memberikan bukti-bukti terhadap temuannya
yang terjadi kepada pemerintah, yang berkaitan dengan sesuatu peristiwa apabila
diminta atau diperlukan untuk penyelesaian atau tindak lanjut.
Komnas
Ham dibentuk pada tahun 1993 yang diketuai Ali Said, S.H dengan anggota 25
orang. Sebagai lembaga mandiri, masyarakat mengharapkan agar komnas HAM
benar-benar menemukan identitasnya sebagai lembaga yang benar-benar bebas dari
pengaruh luar, tidak ada pengaruh dari pihak mana pun juga.
BAB
X
KESIMPULAN
Dari
uraian-uraian sebelumnya dapat diambil beberapa pemikiran sebagai kesimpulan,
antara lain:
1. Dalam
membicarakan masalah hak-hak asasi manusia di Indonesia, tampaknya kita belum
dapat melepaskan diri dari pandangan negara-negara Barat mengenai demokrasi.
2. Masalah
dan pemecahan masalah hak asasi manusia di Indonesia tampaknya masih rumit dan
kompleks sebagai akibat warisan penjajah.
3. Walaupun
secara yuridis formal Indonesia telah mencantumkan hak asasi manusia dalam UUD
1945, namun dalam pelaksanannya hak-hak tersebut masih belum dimiliki oleh
seluruh warga negara secara merata.
4. Diperlukan
penjabaran rinci, dalam suatu perundangan agar rakyat dapat memiliki
hak-haknya.
5. Kemauan
politik pemerintah dan dukungan kekuatan-kekuatan/kelompok-kelompok sosial
politik yang ada akan memudahkan rakyat memiliki hak-haknya.
Pada
akhirnya pelaksanaan hak-hak asasi manusia di Indonesia, baik masalah
pemecahannya yang harus diperhatikan adalah bahwa disamping hak-hak asasi,
terdapat juga kewajiban-kewajiban asasi. Hak-hak asasi manusia dilaksanakan
selaras dengan pemenuhan kewajibannya sebagai warga negara terhadap masyarakat,
bangsa dan negara.
Widjaja, H.A.H. 2004. Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Widjaja, H.A.H. 2004. Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
kalau boleh saran,warna font tulisannya jgn biru,warna hitam saja supaya lebih jelas
BalasHapus